Friday 22 February 2013

Tradeoff antara Efisiensi dan Keadilan


 Kita selalu menghadapi tradeoff

            There’s no such thing as free lunch” adalah prinsip dari hal ini. Tidak ada hal yang gratis di dunia ini. Contoh mudah dari tradeoff adalah pada rumah tangga. Ketika suatu rumah tangga membelanjakan 1 rupiah untuk pendidikan anak, misalnya, maka jumlah alokasi dana yang dapat digunakan untuk keperluan lainnya berkurang pula 1 rupiah. Contoh tradeoff yang umum dihadapi pemerintah (Amerika dalam hal ini) adalah tradeoff antara senjata dan mentega. Semakin banyak dana yang digunakan untuk pengembangan militer, maka semakin sedikit dana yang tersisa untuk kesejahteraan rakyat (mentega).

           
              Dalam bagian ini Mankiw juga menjelaskan mengenai tradeoff antara efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity). Efisiensi adalah kondisi di mana hasil-hasil perekonomian menjadi sebesar mungkin. Sedangkan pemerataan adalah suatu kondisi di mana hasil-hasil perekonomian terdistribusi secara merata. Jadi efisiensi adalah tentang ukuran kue ekonomi, sedangkan pemerataan adalah tentang pembagian kue ekonomi tersebut.



            Tradeoff antara efisiensi dan pemerataan dijelaskan oleh Mankiw sebagai berikut. Salah satu usaha pemerintah untuk pemerataan adalah pengenaan pajak lebih besar bagi masyarakat yang memiliki penghasilan lebih besar, untuk dibagikan kepada mereka yang kurang beruntung. Pada saat bersamaan, hal ini membebankan pula biaya efisiensi. Insentif terhadap orang-orang yang bekerja menjadi turun, sehingga orang-orang menurunkan produktivitasnya. Akibatnya, hasil perekonomian secara keseluruhan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan, pada saat bersamaan akan mengecilkan ukuran kue ekonomi tersebut.


           Sedangkan Okun (1975) menggambarkan trade-off ini dalam tulisannya Equality or Efficiency: The Big Trade-Off. Okun menggambarkan bahwa pemerataan dapat dicapai tetapi konsekwensinya adalah menurunnya efisiensi. First fundamental theorem of welfare economics menyatakan bahwa ekuilibrium yang kompetitif dapat mencapai pareto optimum dalam pasar yang sempurna. Dalam kenyataannya, terjadi kegagalan pasar (market failure), sehingga lahirlah second fundamental theorem of welfare economics yang menyatakan bahwa dalam konteks terjadi kegagalan pasar, ekuilibrium yang kompetitif dan memiliki properti pareto yang optimal dapat dicapai melalui lumpsum transfer. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar intervensi pemerintah untuk mengatasi trade-off antara efisiensi dan pemerataan melalui kebijakan redistribusi dalam bentuk pajak, subsidi, dan pengeluaran publik pemerintah.



            Fenomena yang menarik dari kebijakan redistribusi adalah kebijakan yang diterapkan di negara-negara kesejahteraan (welfare state) seperti negara-negara skandinavia. Negara-negara tersebut bukan hanya mengalami overshooting dalam subsidi dan pengeluaran publik tetapi juga memiliki disposable income dan gross income yang lebih merata dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Dengan kata lain negara-negara tersebut mampu mengatasi trade-off antara efisiensi dan pemerataan melalui lumpsum transfer, berbeda dengan kondisi di sejumlah negara lainnya yang gagal mengatasi hal tersebut melalui kebijakan lumpsum transfer.

No comments:

Post a Comment